Paskah once tried to erase proof of BI`s illegal fund flow: Witness

Jakarta (ANTARA News, 08/06/08 21:43

Minister for National Development Planning/Chairman of National Development Planning Board (Bappenas) Paskah Suzetta once proposed a way to wipe out traces of Rp31.5 billion Bank Indonesia (BI) funds distributed illegally to members of the House of Representatives (DPR) in 2003, a witness told a Corruption Court session.

The testimony was made by former BI deputy director for money circulation Luki Fatul Aziz H in a Corruption Criminal Court session here on Wednesday.

Luki told the court that Paskah who was one of the leaders of Commission IX of the DPR in 2003 met with a number of BI executives in 2005 after an indication was learned that the State Audit Board (BPK) had found irregularities in the fund flow to the DPR.

"The meeting was held to find out a way how to solve the problem," Luki said.

In August 2005, Paskah together with Hamka Yandhu met with Rusli Simanjuntak who at the moment was BI Governor`s Bureau chief. Luki and Lukman Bunyamin attended the meeting which was held in Le Meredien hotel.



Luki said that at the meeting Paskah proposed that Burhanuddin Abdullah, who was BI governor at that time, meet BPK Chairman Anwar Nasution so that the BI fund flow problem would not escalate.

Paskah also stressed that the fund flow of BI to the DPR was fully the responsibility of BI because the funds were disbursed by the central bank.

A similar meeting was also held in December 2005.

Through Hamka Yandhu in a meeting in Dharmawangsa Hotel in 2006, Paskah proposed that BI should return the money to BI`s Foundation for Indonesian Bank Development (YPPI) from where the funds were distributed to the DPR.

When questioned by the Corruption Eradition Commission (KPK)`s investigators, Luki said that Paskah had confirmed receiving the BI fund but not in the same amount as it was promised by BI.

In the minutes of investigation (BAP), Luki was quoted as saying that Paskah happened to complain in the 2005 meeting. According to Luki, Paskah doubted if the amount of money he received was the same as the amount that BI had distributed.

It was said in the court that Paskah received Rp1 billion.

But Luki denied his testimony as written in the minutes (BAP). He told the judges that Paskah doubted if the amount the BI had distributed was the same as the amount the DPR had received, not the amount received by Paskah.(*)



Selengkapnya...

PAN Gaet Wulan Guritno & Marini Zumarnis Buat Jadi Caleg?

Laurencius Simanjuntak - detikNews, Kamis, 17/07/2008 01:57 WIB
Jakarta - Sejumlah artis merapat ke PAN. Disebut-sebut mereka disiapkan PAN untuk jadi calon legislatif di 2009. Antara lain Wulan Guritno, Marini Zumarnis, Derry Drajat, dan Iyet Bustami. Mereka pun khusus datang ke markas partai diundang Sutrisno Bachir (SB)?

"Saya sudah lama kenal (dengan SB) dalam arti kekeluargaan, jadi gak ada salahnya pingin tau aja (PAN)," kata Wulan di Rumah PAN, Jl Warung Buncit, Jakarta, Rabu (16/7/2008) malam.




Wulan berkisah soal hubungannya dengan SB. Menurutnya usaha restoran yang tengah dia geluti adalah hasil patungan dengan Ian, yang notebene adik SB. Namun saat ditanya soal apakah dia ingin jadi calon legislatif, Wulan pun menjawab malu-malu.

"Kalau keinginan ingin belajar sih ada, tapi kita liat nanti lah. Masih banyak yang harus dipikirkan," tambah ibu satu anak yang tampak cantik dengan pakaian putih ini.

Wulan lalu menjelaskan untuk menjadi wakil rakyat bukanlah tugas yang mudah. "Apakah mampu enggak. Ini bukan sesuatu yang simpel, ini menyangkut orang banyak jadi enggak bisa sembarangan juga. Kalau mau terlibat harus benar-benar yakin dan tahu kemampuan kita dan enggak asal ikut-ikutan," jelasnya.

Seorang aktivis PAN membisikan kehadiran artis-artis ini memang sengaja diundang oleh SB. Kebetulan pada Rabu malam adalah jadwal rutin para pengurus PAN menggelar rapat harian, dan tentunya dihadiri SB.

"Artis-artis ini ketemu pengurus di lantai 7," sebut seorang aktivis PAN yang enggan disebutkan namanya.

Pertemuan itu dilakukan dalam suasana santai. Kuat dugaan PAN bakal menggandeng mereka untuk maju di pemilu 2009. Buktinya lepas tengah malam, Wulan Cs baru beranjak meninggalkan rumah PAN yang notabene merupakan markas partai.


Selengkapnya...

Kantor DPP KNPI Diserbu Orang Tak Dikenal

Gagah Wijoseno - detikNews, Rabu, 06/08/2008 18:39 WIB

Jakarta - Kantor DPP KNPI yang terletak di Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, diserbu puluhan orang tak dikenal. Mereka memaksa masuk dengan cara menjebol pintu masuk.

"Mereka merusak pintu-pintu, dibongkar paksa dengan las. Jumlahnya 80-100 orang," kata Ketua DPP KNPI, Nurhasanah saat dihubungi detikcom, Rabu (6/8/2008).




Nurhasanah mengungkapkan, orang-orang yang melakukan penyerbuan mengenakan kaos yang mengidentitaskan FKPPI, GPK, maupun GPI. Dia yakin kalau penyerbuan itu didalangi oleh Sekjen DPP KNPI Munawwar Fuad diberhentikan seminggu yang lalu.

"Dia (Munawwar Fuad-red) terus menggelar konferensi pers, mengumumkan kalau dia masih sekjen," tuturnya.

Saat penyerbuan, menurut Nurhasanah, kantor sedang kosong. Nurhasanah mengaku sudah mengetahui soal rencana penyerbuan itu dan memilih untuk tidak melakukan konfrontasi.

"Kita ini pemuda. Kader intelektual bangsa. Jadi yang di kantor sudah disuruh pulang," terangnya.

Soal kerusakan inventaris kantor, Nurhasanah mengaku belum mengetahuinya secara persis. Dia sudah memasrahkannya pada pihak yang berwajib untuk mengurus masalah itu


Selengkapnya...

4 Artis Jadi Caleg PAN

Laurencius Simanjuntak - detikNews Kamis, 17/07/2008 11:16 WIB
Jakarta - Sejumlah artis datang memenuhi undangan DPP PAN di Rumah PAN, Rabu 16 Juli malam. Sebagian dari mereka terdaftar sebagai calon legislatif (caleg) PAN.

Mereka yang hadir adalah Adrian Maulana, Derry Drajad, Tito Sumarsono, Eko Patrio, Wulan Guritno, Marini Zumarnis dan Iyet Bustami. Empat orang di antara mereka adalah caleg PAN.

"Untuk Adrian, Derry, Tito dan Eko Patrio memang sudah mendaftar untuk menjadi caleg DPR," ujar Sekjen DPP PAN, Zulkifli Hasan saat dihubungi detikcom, Kamis (17/7/2008).


Menurut Zulkifli, Adrian Maulana mendaftar untuk daerah pemilihan Sumatera Barat, Derry Drajad untuk Kabupaten Bandung, Tito Sumarsono untuk DKI Jakarta, dan Eko Patrio untuk Jawa Timur. Sedangkan selebihnya, menurut Zulkifli, hanya datang untuk mendukung PAN.

"Artis juga banyak yang tertarik oleh visi misi partai, jadi tidak semuanya ingin jadi calon," tandas Zulkifli.

Menurut Zul, panggilan akrab Zulkifli, artis berbondong-bondong mendaftar jadi caleg bukan karena inisiatif PAN untuk merangkul mereka.

"Ini (pendaftaran) kan sifatnya terbuka untuk setiap masyarakat, jadi tidak ada inisiatif dari partai untuk khusus merangkul artis," tandasnya.

Meski dinilai artis dapat mendongkrak suara partai, namun menurut Zul, rakyatlah yang menentukan mereka layak atau tidak. "Rakyatlah yang menentukan siapa yang memiliki integritas, karakter," ujarnya.

Zulkifli juga menjelaskan partainya masih membuka pendaftaraan caleg sampai 5 Agustus 2008. Menurutnya, PAN akan menyerahkan 700 daftar nama caleg kepada KPU untuk diseleksi.


Selengkapnya...

Pernah Ikut OSIS, Marini Zumarnis Pede Jadi Caleg PAN

Rachmadin Ismail - detikNews Kamis, 07/08/2008 02:07 WIB

Jakarta - PAN menggandeng sejumlah artis untuk menjadi caleg. Salah satunya adalah Marini Zumarnis. Pesinetron cantik ini mengaku pede menjadi caleg PAN karena pernah ikut OSIS semasa sekolah.

"Saya ini juga orang Indonesia, memang kami dari artis, tapi saya juga pernah ikut organisasi seperti OSIS, jadi tidak asing lagi," ujar Marini usai mengikuti acara Silaturahmi FBSA dengan Pengusaha Nasional di Hotel Shangri-la, Jl.Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (06/08/08).

Pesinetron cantik ini pun menegaskan, bahwa ia senang belajar tentang dunia politik. Ia belajar dari para politisi PAN dan ayahnya yang jadi anggota DPR.






"Ayah saya dua periode jadi anggota DPR, jadi saya banyak belajar tentang bangsa ini dari dia," tambah sang ibu peri dalam sinetron bidadari ini.

Saat ditanya mengenai citra politisi yang saat ini buruk akibat korupsi, Marini pun mengingatkan agar hal itu dikembalikan lagi pada masing-masing individu.

"Yang penting niat baiknya dulu kita jadikan modal utama," pungkasnya sambil tersenyum manis.

Selain Marini Zumarnis, PAN telah merangkul sejumlah artis seperti Derry Drajad, Adrian Maulana dan Eko Patrio, Wulan Guritno dan Iyet Bustami untuk menjadi caleg partai matahari biru ini.

Selengkapnya...

PDIP: Kenapa Nggak Profesor Sekalian?

Laurencius Simanjuntak - detikNews, Selasa, 05/08/2008

Jakarta - PDIP menanggapi negatif syarat titel PhD yang diwajibkan PKS untuk maju capres 2009. Partai berlambang banteng moncong putih itu menilai syarat itu tidak realistis.

"Syarat ini menjadi tidak realistis melihat kondisi pendidikan bangsa ini yang 60 persen baru sampai tingkat SMA," kata Sekjen PDIP Pramono Anung saat berbincang dengan detikcom, Selasa (5/8/2008).

Menurut pria yang akrab disapa Pram ini, syarat-syarat capres sudah sangat jelas tercantum dalam konstitusi. Itu sebabnya, lanjut dia, hendaknya partai politik ikut konstitusi yang ada saja.





"Syarat capres sudah ada dalam konstitusi. Kalau begitu, kenapa nggak profesor saja sekalian. Dalam berpolitik, kita ikut konstitusi saja," ujarnya.

Apakah ada korelasinya antara pendidikan dan kepemimpinan? "Nggak ada. Tidak ada kaitannya antara latar belakang pendidikan dengan kemampuan memimpin. Banyak pemimpin bangsa ini dahulu yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan tinggi. PhD itu kan hanya gelar akademik, bukan jabatan politik," jelas Pram.

"Syarat-syarat seperti itu selalu mengada-ada, untuk mencari popularitas," tandasnya


Selengkapnya...

PKS Seleksi 300 Kader Bertitel PhD untuk Jadi Capres

Baban Gandapurnama - detikNews

Bandung - Selain berusia 'balita' alias di bawah lima puluh tahun, PKS juga akan mengajukan capres bertitel Doctor of Philosophy alias PhD. Untuk itu, 300 kadernya yang bertitel PhD dan lulusan luar negeri akan diseleksi.

"Kita akan menyeleksi 300 kader PKS yang bergelar Phd, lulusan luar negeri, termasuk Hidayat Nur Wahid," ujar Presiden PKS Tifatul Sembiring di sela-sela kampanye pasangan Taufikurahman-Abu Syauqi, calon untuk Pilwalkot Bandung di Lapangan Gasibu, Jl Diponegoro, Bandung, Jawa Barat, Senin (4/8/2008).

Tifatul kembali menegaskan, usia capres yang akan diusung PKS juga harus 'balita', atau di bawah 50 tahun.



"Kenapa kita mengusung yang balita, karena ada tiga misi. Yaitu perubahan, pelayanan, dan penyelamatan. Indonesia saat ini rusak karena adanya KKN, masalah ketahanan pangan, kesehatan dan kemiskinan. Itu semua bisa ditangani dan bisa dilakukan oleh kalangan muda," tandasnya.

Sebenarnya, lanjut dia, pada Agustus ini PKS akan segera mengumumkan capres yang akan diusung. Namun, Dewan Syuro masih membahasnya. "Jadi belum tahu kapan, karena masih dibahas," katanya.

Menurut Tifatul, syarat 'balita' tidak hanya berlaku untuk capres. Tetapi juga untuk para pengisi kursi di kabinet.

"Untuk legislatif pusat kita targetkan 20 persen dan mayoritas balita," tandas Tifatul.



Selengkapnya...

Capres PPP Tunggu Hasil Pemilu Legislatif

Kompas | Rabu, 6 Agustus 2008 |

Bandung, Kompas - Partai Persatuan Pembangunan atau PPP belum mengumumkan nama calon presiden dan wakil presiden karena menunggu jumlah suara yang didapat dalam pemilihan umum legislatif 2009.

"Pengajuan nama menunggu jumlah suara yang diperoleh PPP dalam pemilu legislatif. Waktunya tidak akan melebihi pengumuman suara yang didapat PPP, tetapi juga tidak lebih cepat," kata Ketua Umum PPP Suryadharma Ali di Bandung, Selasa (5/8).




Menurut Suryadharma, pemimpin nasional yang akan diusung PPP harus seseorang yang mempunyai jiwa kepemimpinan yang baik. PPP, kata Suryadharma, tidak mempermasalahkan jenis kelamin, faktor usia, dan pendidikannya. Semua akan dilakukan seobyektif mungkin berdasarkan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Suryadharma juga mengatakan, calon yang akan diajukan tidak melulu harus kader PPP walaupun pihaknya menginginkan kader sendiri. PPP, kata Suryadharma, memilih bersikap realistis. "Tidak menutup kemungkinan calon diambil dari partai lain. Kalau mempunyai kualitas yang baik, tidak salahnya mengusungnya," katanya.

Sementara itu, untuk meraih target 15 persen suara dalam Pemilu 2009, Suryadharma mengatakan, PPP percaya diri bisa meraihnya. Alasannya, banyak tokoh besar PPP yang sebelumnya hengkang ke partai lain, atau mendirikan partai baru, kembali menjadi kader, di antaranya dai Zaenuddin MZ, Rhoma Irama, Nur Muhammad Iskandar, dan Fadil Hasan.

Ia juga mengklaim didukung generasi muda yang terdiri dari artis, atlet, akademisi, dan profesional. Hal itu sejalan dengan misi PPP yang ingin menyatukan visi kader generasi muda dan tua. "Kami bekerja keras dan siap menerima konsekuensi perubahan dari perbedaan usia kadernya. Namun, kami yakin hal itu tidak akan menghalangi kami meraih minimal 15 persen suara," ujar Suryadharma.



Selengkapnya...

Gile, Biaya Nyaleg Di DKI Rp 5 Miliar

Rakyat Merdeka | Selasa, 05 Agustus 2008,

Jakarta, Biaya kampanye calon legislatif (caleg) di DKI Jakarta diprediksi bakal mahal ketimbang kampanye di daerah lain. Angkanya, bisa menembus lima miliar. Pasalnya, sejumlah partai ditenggarai akan meminta 'uang mahar' yang mahal.

Pengamat politik Sukardi Rinakit mengatakan, bukan hal yang aneh lagi jika di Jakarta semua parpol akan berlomba-lomba memasang tarif mahal kepada para caleg, apalagi untuk nomor urut jadi.

"Kalau jumlahnya masih normal saya rasa wajar. Biasanya untuk nomor jadi seperti urutan 1 sampai 5, buat kursi DPR RI mencapai Rp 5 miliar. Sedangkan harga untuk kursi DPRD sekitar 10 persennya," tegasnya di Jakarta, kemarin.




Kabarnya, beberapa parpol di Ibukota meminta dana bagi caleg Rp 1 miliar untuk nomor urut satu, dan Rp 500 juta untuk nomor urut dua.

"Tarif wajarnya untuk kursi DPRD sekitar Rp 100 juta. Dana tersebut untuk memenuhi biaya kampanye. Kalau lebih dari angka seratus berarti tidak masuk akal," ungkap Sukardi.

Salah seorang politisi PPP yang enggan disebutkan namanya mengaku, partainya diduga telah memasang tarif hingga ratusan juta bahkan sampai miliaran rupiah.

Abdul Ghoni, anggota DPRD dari Fraksi PAN mengungkapkan, pada Pemilu 2004, ia menghabiskan dana hingga ratusan juta.

"Kalau saya tidak sampai dua miliar karena saya sebagai Ketua DPD PAN Jaksel dan ketua ormas, jadi sudah punya massa dan tidak keluar banyak uang," katanya.



Selengkapnya...

Ketua Umum dan Sekjen Golkar Selalu dari Militer

Kompas | Rabu, 6 Agustus 2008 |

Jakarta, Kompas - Partai Golkar adalah partai yang sampai kini selalu menempatkan orang berlatar belakang militer di jajaran pengurus teras partainya. Posisi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar selalu ditempati orang-orang berlatar belakang militer.

"Sebenarnya tidak ada aturan tertulis, tetapi ini sudah menjadi konvensi," kata Wakil Sekjen Partai Golkar Rully Chairul Azwar, Selasa (5/8).

Ketika Ketua Umum Partai Golkar diisi unsur militer, maka sekjen dari unsur sipil. Dia mencontohkan saat Ketua Umum Partai Golkar dipimpin Letjen (Purn) Wahono, Sekjen Partai Golkar diisi Rachmat Witoelar.

Sementara itu, ketika Partai Golkar dipimpin Harmoko yang warga sipil, sekjen diisi oleh Letjen TNI (Purn) Ary Mardjono (lihat tabel).

Penempatan sekjen dari unsur militer ini awalnya merupakan pilihan Presiden Soeharto yang saat itu juga Pembina Partai Golkar. Sementara itu, setelah reformasi, dibicarakan informal dengan Panglima TNI.

"Kalau sekjen yang sekarang ini, hasil kompromi antara SBY-JK," ujarnya.



Sudah berubah

Mantan Sekjen Partai Golkar Letjen TNI (Purn) Budi Harsono yang dihubungi secara terpisah menegaskan hal senada. "Pada sejarah awal Partai Golkar, peran militer memang menonjol," ucapnya.

Meski demikian, Budi Harsono yang saat ini menjadi anggota DPR menilai, ke depan, kombinasi sipil dan militer itu tidak perlu lagi dipertahankan di Partai Golkar untuk mengisi ketua umum dan sekjen. Hal itu mengingat TNI/Polri sudah tidak terlibat dalam politik praktis dan menyalurkan aspirasi politiknya ke banyak parpol.

"Yang lebih penting itu adalah memiliki visi sama, yaitu semangat mengabdi untuk menjaga negara kesatuan dengan prinsip karya kekaryaan," ucapnya.

Sementara itu, Rully menilai kombinasi sipil dan militer sebagai komposisi ideal meski bukan sebuah keharusan. Dari berbagai pengalaman selama ini, orang yang berlatar belakang militer juga merupakan figur yang disiplin dan pekerja keras.

"Pak Ary Mardjono, Budi Harsono, sekarang juga Pak Sumarsono, semuanya itu tekun dan pekerja keras," ucapnya.

Dengan kombinasi sipil dan militer, Partai Golkar masih bisa menarik keluarga purnawirawan untuk menyalurkan aspirasinya. Pada Pemilu 2004, menurut Rully, 40 persen keluarga besar TNI/Polri menyalurkan aspirasinya ke Partai Golkar.

Pada Pemilu 2009, dia optimistis 40 persen keluarga besar TNI/Polri itu masih akan menyalurkan aspirasinya ke Partai Golkar.

"Meskipun tersebar ke partai lain, paling tidak masih akan lebih besar dari perolehan partai lain," ujarnya.




Selengkapnya...

Koalisi Partai Baru Gugat UU Legislatif

Indopos | Rabu, 06 Agt 2008

JAKARTA - Partai-parati baru yang lolos mengikuti Pemilu 2009 bergabung membentuk Forum 18 Parpol. Mereka menamakan diri Forum 18 Parpol karena terdiri atas 18 partai. Mereka bergabung untuk menggugat PT (parliamentary threshold), yang mereka nilai tidak adil.

Forum 18 Parpol akan menggugat ketentuan parliamentary threshold dalam UU Pemilu Legislatif 2008 ke Mahkamah Konstitusi. Keputusan itu diambil dalam rapat Forum 18 Partai Politik di Hotel Kartika Chandra kemarin. Hadir dalam rapat itu pimpinan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Perjuangan Indonesia Baru, Partai Kedaulatan, dan Partai Pembangunan Daerah (PPD).

Selain itu, Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan), Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), Partai Patriot, Partai Barisan Nasional, Partai Pemuda Indonesia, Partai Indonesia Sejahtera, PNBK Indonesia, dan Partai Republika Nusantara.






Rapat yang, antara lain, dihadiri Pimpinan Kolektif Nasional PDP Roy B.B. Janis dan Ketua PMB Imam Adaruqutni itu memilih Ketua Umum PPD Oesman Sapta sebagai koordinator Forum 18 Parpol dan Didik Supriyanto (PDP) sebagai sekretaris.

Juru Bicara Forum 18 Parpol Adi Massardi mengatakan, parliamentary threshold (PT) merupakan pembunuhan terhadap demokrasi perwakilan yang dianut Indonesia. Dengan aturan PT, meskipun satu partai berhasil mendudukkan sejumlah caleg menjadi anggota DPR, namun jumlahnya tidak mencapai 2,5 persen dari total anggota DPR, kemenangan seluruh anggota legislatif dari partai itu dibatalkan.

"Dalam demokrasi kita, rakyat memilih calon anggota DPR melalui partai. Bila ketentuan PT diberlakukan, sama artinya suara rakyat dibunuh karena kemenangan di satu daerah pemilihan tidak diakui akibat kekalahan di daerah pemilihan lain," ujar mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid itu.

Adi menambahkan, ketentuan PT bertentangan dengan UUD 1945, terutama bab 4 pasal 2 yang menegaskan anggota DPR dipilih melalui pemilu. Dengan demikian, tidak ada seleksi tambahan kecuali kemenangan dalam pemilu. "Keterwakilan parpol peserta Pemilu 2004 yang sedikit di parlemen juga tidak menimbulkan masalah. Justru ketentuan ini akan memunculkan ketidakadilan dan instabilitas setelah pemilu karena anggota DPR yang terpilih itu sudah berjuang dan mendapat mandat dari ratusan ribu suara rakyat," katanya.

Forum 18 Parpol menilai DPR keliru mengadopsi ketentuan PT yang di dunia hanya diberlakukan di Republik Federal Jerman untuk mencegah munculnya kembali kelompok neo Nazi. "Kami ini kan bukan kelompok neo Nazi, kecuali berniat untuk bekerja untuk rakyat melalui parlemen," katanya.

Untuk mematangkan rencana gugatan tersebut, pimpinan 18 parpol akan bertemu kembali di Hotel Bidakara pada 16 Agustus 2008. Mereka juga akan membahas masalah-masalah di UU Pemilu Legislatif. Misalnya, ketentuan tentang surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) yang dinilai tidak berdasar hukum, cara pemungutan suara melalui contreng atau coblos, mekanisme kampanye, dan koalisi calon presiden bersama.

"Forum 18 Parpol juga sepakat akan menggelar kampanye bersama.


Selengkapnya...

Putri Buya Hamka Dicalegkan PMB

Rakyat Merdeka | Rabu, 06 Agustus 2008

Siap Kalahkan Adang Daradjatun

Jakarta, RM. Persaingan para calon legislatif (caleg) di DKI Jakarta tampaknya akan semakin ketat. Partai Matahari Bangsa (PMB) akan memasang putri tokoh berpengaruh di Muhammadiyah, Alia Hamka sebagai caleg.

Soal pencalegan putri Buya Hamka itu disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PMB Yusuf Warsyim kepada Rakyat Merdeka di sela-sela pertemuan 18 parpol di Hotel Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, kemarin.

"Untuk pencalegan kita sudah mempersiapkan tokoh potensial. Di DKI Jakarta kita akan menempatkan aktivis perempuan yang juga anak kandung dari Buya Hamka, Alia Hamka," ungkap Yusuf.

Menurut Yusuf, penempatan Alia Hamka tidak didasarkan pada faktor keturunan, tetapi karena adanya permintaan dari para kader PMB.

"Itu juga usulan dari kalangan bawah yang menginginkan agar Ibu Alia ini dicalegkan di DKI," tambahnya.

Selain itu, lanjut Yusuf, Alia juga dinilai punya massa yang solid di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.



Meski demikian, PMB belum memutuskan daerah pemilihan (dapil) bagi Alia. PMB, sambunya, akan melihat kekuatan dan strategi partai-partai lain. "Kekuatan tokoh di DKI memang sangat penting," tegasnya.

Soal dana kampanye, Yusuf mengungkapkan, berdasarkan hitungan, dana yang dibutuhkan oleh PMB sekitar Rp 700 miliar. "Termasuk untuk kampanye di media massa," tukasnya.

"Dari Rp 700 miliar itu, Rp 300 miliar kita anggarkan buat iklan media massa, dan sisanya untuk membuat atribut kampanye seperti kaos, umbul-umbul bendera dan lainnya," jelasnya.

Sekjen PMB Ahmad Rofiq mengatakan, Alia Hamka akan ditempatkan di dapil II DKI Jakarta, yakni Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.

Menurut Rofiq, Alia sengaja dipasang di dapil tersebut untuk 'berhadapan' dengan Adang Daradjatun yang dicalegkan PKS.

"Ya justru dalam rangka mengalahkan mereka, dan kita optimis bisa merebut dua kursi di sana," pungkasnya.



Selengkapnya...

Lagi, PBR Ditinggalkan Kadernya Di Senayan

Rakyat Merdeka | Rabu, 06 Agustus 2008

Timang-timang Gabung Ke PAN

Satu demi satu kader Partai Bintang Reformasi (PBR) di DPR meninggalkan partai tersebut. Setelah Is Anwar Datuk Rajo Perak, kini giliran anggota Komisi II DPR Anhar juga menyatakan bakal cabut dari PBR.

"Kondisi PBR seperti sekarang ini tidak memungkinkan lagi saya bertahan di sana. Jadi saya akan keluar dari PBR," tandas Anhar kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Sebelumnya, Is Anwar Datuk Rajo Perak juga berencana hengkang dari PBR. Bahkan, Is Anwar telah mengambil formulir pencalegan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Rencana kepindahannya disebabkan ia kecewa terhadap PBR yang membatasi usia pencalegan maksimal 60 tahun.

Soal sebab kepindahannya, Anhar mengatakan, Bursah Zarnubi selaku ketua umum partai hanya akan merekrut caleg yang aktif di DPP. Padahal, Anhar bukan pengurus DPP sehingga, tidak akan mencalonkan kembali menjadi caleg.

"Saya ini kan tidak diakomodir Bursah di DPP. Jadi saya tahu diri untuk tidak mencalonkan kembali," tegasnya.

Ditanya partai baru yang akan jadi pilihannya, Anhar mengaku selama ini ia dekat dengan Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir.






Menurutnya, kedekatannya dengan Bachir terjadi saat digelar turnamen karate Gozukai memperebutkan piala Soetrisno Bachir. Bahkan, katanya, Bachir sempat menawarkan dirinya bergabung ke PAN.

Menanggapi rencana para kadernya akan loncat pagar, Sekjen DPP PBR Rusman Ali mengatakan, pihaknya akan mengklarifikasi rencana tersebut kepada para kadernya.

"Dalam satu minggu ini, DPP akan mengundang beliau (Is Anwar dan Anhar-red) untuk menjelaskan rencananya," kata Rusman.

Namun, jika keduanya tetap pada pendiriannya, PBR tidak bisa mencegah, karena itu hak pribadi. "Itu sudah menjadi hak orang dan kita tidak bisa melarangnya. Kami hanya bisa menghimbau agar beliau tetap di PBR," katanya.

Soal syarat yang dikeluhkan Is Anwar, Rusman menjelaskan, PBR masih memberikan ruang bagi Is Anwar untuk kembali maju jadi caleg. pasalnya, DPP memberikan porsi 10 persen bagi kader yang berusia di atas 60 tahun, usia 20-40, 40 persen, dan usia antara 40-50 sebesar 20 persen. "Nah, bagi usia 60 tahun ke atas seperti Pak Is Anwar, dia masuknya ke yang sepuluh persen," pungkasnya.




Selengkapnya...

Anak Kader PDIP & Golkar Yang Nyaleg, Terus Bertambah

Rakyat Merdeka | Rabu, 06 Agustus 2008

Jakarta, RM. Selain merekrut para tokoh luar, PDIP dan Partai Golkar memastikan akan mengusung calon legislatif (caleg) dari kalangan keluarga kader. Tampaknya daftar mereka akan terus bertambah.

"Memang ada beberapa anggota keluarga yang akan mengusung anaknya untuk menjadi caleg, tetapi tidak banyak," kata Sekretaris Fraksi PDIP Ganjar Pranowo kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Sejumlah anak kader partai berlambang banteng tersebut sudah masuk dalam daftar caleg, yakni anak Megawati, Puan Maharani yang akan dicalegkan di dapil Jawa Tengah, anak Guntur Soekarnoputra, dan anak Alex Litaay.

Bagi Ganjar, masuknya putra dan putri kader partai karena pertimbangan loyalitas dan sosiokultural, sehingga mereka layak menjadi caleg dari PDIP. Selain itu, kemampuan mereka juga cukup teruji dalam menjalankan tugas partai.

"Dari kultur yang ada, yang membesarkan dan mempertahankan partai itu merupakan keturunan dari orang yang memperjuangkan partai. Itu sosiokultural. Istilahnya, keluarga ini sudah berdarah-darah di PDIP. Sebab menunjuk orang baru, bisa saja baru satu bulan masuk, sudah ke luar lagi," paparnya.




Bahkan, untuk menguji tingkat loyalitas mereka, Ganjar memberikan contoh beberapa tokoh politik luar negeri yang merupakan keluarga kader partai dan pernah berkuasa di pemerintahan.

"Ada Bush Junior, ada keluarga Kennedy, dan ada juga Hillary Clinton dari Bill Clinton. Mereka maju karena loyalitas terhadap partai dan kualitasnya," paparnya.

Selain itu, Ganjar juga tidak khawatir akan muncul cap jelek di tubuh PDIP sebagai partai KKN. Pasalnya, mereka juga melakukan seleksi mulai dari tingkat DPC, DPD dan DPP. DPP juga mempunyai formula scorsing mulai dari pendidikan, berapa lama aktif di partai, oganisasi, dan lain-lain.

"Kami tidak mengkhawatirkan stigma tersebut, karena beberapa parpol juga melakukan hal sama. Kami juga tetap menyeleski mereka," tambahnya.

Sementara itu, Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait yang juga anak Sabam Sirait menilai semua orang mempunyai kesempatan untuk menjadi caleg termasuk keluarga kader.

Maruarar mengaku, dirinya terjun ke dunia politik benar-benar dari bawah, yaitu selama dua periode menjadi pengurus DPD PDIP Jawa Barat. "Sebelum duduk di dewan, saya sudah aktif di partai selama dua periode, artinya benar-benar dari bawah," kata Marurar.

Tidak berbeda dengan PDIP, partai Golkar pun memasang sejumlah keluarga kader partai dalam pencalegan. Selain anak Agung Laksono, anak anggota dewan pembina Partai Golkar Muladi, yakni Ari Muladi juga menjadi caleg.

Ketua Harian Bappilu II Partai Golkar Firman Subagyo mengatakan, Ari Muladi dicalegkan dari Golkar bukan karena ikut-ikutan atau KKN, tetapi Ari Muladi menjadi caleg karena track record dan keaktivannya di Golkar.

"Anak Pak Muladi itu sebagai Ketua Bappilu Harian di DKI. Jadi, pantas kalau dia menjadi caleg dari partai," ujar Firman saat dihubungi Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Firman menambahkan, kalau ada anak, cucu, menantu yang tidak aktif di partai lalu tiba-tiba menjadi caleg, itu baru bisa dikatakan KKN. "Kalau memang dia itu aktif sebagai kader ya kita calonkan, tetapi kalau tidak ya tidak akan kami calonkan," katanya.


Selengkapnya...

Hidayat Nur Wahid Jadi Caleg Di Kampungnya

Rakyat Merdeka | Rabu, 06 Agustus 2008
Mbak Tutut Lawan Puan Maharani Di Solo

Jakarta, RM. Ibarat pertandingan bola, Jawa Tengah bisa dianggap grup neraka. Ada tokoh populer dan cantik bertarung di sini. Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut) dan Puan Maharani akan bertarung di wilayah pemilihan yang sama, yaitu Jawa Tengah V. Wilayahnya meliputi Solo, Sukoharjo, Klaten dan Boyolali.

Tutut adalah putri sulung (alm) Soeharto. Dia akan dicalegkan oleh Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Sedangkan Puan adalah putri dari Megawati Soekarnoputri. Dia dicaleg oleh PDIP. Selain kedua tokoh ini, juga akan bertarung di wilayah yang sama bekas Ketua PKS Hidayat Nur Wahid, Zaenal Maarif dan Okky Asokawati (bekas artis dan model yang dulu ngetop itu).

Munculnya nama Tutut memang belum resmi. Masih diucapkan malu-malu. Bahkan Jenderal (Purn) Hartono ketika dikonfirmasi belum mau mengiyakan. Ketua Umum DPP PKPB itu menilai, Tutut pas menjadi caleg di wilayah itu karena sudah sangat dikenal masyarakat Solo. "Tapi itu baru kabar-kabar saja," katanya bermisteri. Dia belum memastikan apakah Tutut bersedia menjadi caleg, karena proses penyusunannya belum selesai.

Sedangkan Puan Maharani sudah pasti jadi caleg. Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah yakin Puan yang kini menjabat ketua DPP PDIP bisa merebut kursi DPR dari daerah Jateng V.





"Puan adalah nama besar. Puan juga sudah tiga tahun keluar masuk kampung di wilayah tersebut dan berbicara dengan rakyat. Jadi, saya kira Puan dan PDIP yakin sekali," ujarnya. Di wilayah dapil Jateng V, PDIP menargetkan empat dari delapan kursi seperti Pemilu 2004 lalu.

Selain tokoh wanita, ada juga jago-jago lelaki yang bertarung di wilayah ini. Hidayat Nur Wahid, Zaenal Ma'arif dan Icuk Sugiarto.

Hartono, Staf khusus Hidayat Nur Wahid mengatakan, Hidayat akan menjadi caleg di Jateng V, sesuai daerah kelahirannya yaitu di Klaten.

Hartono menyebutkan, wilayah ini memang ibarat grup neraka di pertandingan sepakbola. "Solo akan menjadi penentuan, siapa yang akan paling mendapat simpati rakyat di sana. Ibaratnya Solo menjadi daerah neraka para calon wakil rakyat yang akan bertarung," kata dia.

PKS berharap bisa menambah kursi DPR dengan menempatkan Hidayat di wilayah pemilihan ini. Pada Pemilu 2004, Hidayat menjadi caleg dari DKI Jakarta. Saat itu, perolehan suara PKS di ibu kota melonjak.

"Dengan munculnya Hidayat di Solo, PKS minimal bisa menambah satu kursi lagi. Apalagi beliau tak kalah popular dengan nama-nama beken yang diusung partai lain," kata Hartono. Untuk itu, Hidayat sudah melakukan "pemanasan". Misalnya, menggelar diskusi membicarakan persoalan yang dihadapi masyarakat Solo.

Sekjen PPP Irgan Chairul Mahfiz mengatakan, tokoh partainya yang akan dipasang di Jateng V adalah bekas ketua DPR Zaenal Ma'arif, bekas juara dunia bulutangkis Icuk Sugiarto dan artis Okky Asokawati.

Dia sudah memerintahkan DPW PPP Jateng untuk menjajaki penempatan tokoh itu.

"Saat ini sudah saya pantau. Kita ingin di PPP dapat kursi di wilayah itu, karena pada pemilu 2004 tak dapat," katanya.


Selengkapnya...

Rizal Mallarangeng Tak Masuk Hitungan

Rakyat Merdeka | Selasa, 05 Agustus 2008

Mau Nangkring Di Kursi Presiden

Semakin banyak saja yang ngebet jadi presiden 2009-2014.

Kini, kursi RI-1 bukan lagi hanya incaran petinggi partai politik, tapi juga orang non parpol seperti aktivis Fadjroel Rachman, Ratna Sarumpaet dan analis politik Rizal Mallarangeng.

Dari sisi modal yang berhasil dikumpulkan, Rizal paling kinclong diantara kandidat non parpol itu. Tengok saja, iklan yang menjual tampang Rizal sudah wara-wiri di televisi.

Kendati begitu, Rizal belum masuk hitungan bursa calon presiden versi berbagai lembaga survei. Kemarin, Reform Institute melansir hasil survei keterpilihan kandidat capres yang digelar dari Juni hingga Juli 2008, lagi-lagi, nama adik juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng ini tak muncul.

Menurut Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latief, hasil survei ini menunjukkan, Rizal belum diperhitungkan publik. "Dia juga tidak masuk kategori tokoh lain-lain. Namanya tidak ada sama sekali," katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.






Saat dimintai tanggapannya, Rizal mengatakan, iklan yang dibuatnya masih terbilang baru, sehingga dia tidak kecewa jika responden survei capres belum ada yang memilihnya.

"Survei itu kan dilakukan jauh-jauh hari, sementara iklan saya baru muncul dua minggu yang lalu," katanya kepada Rakyat Merdeka.

Tantangan lain yang harus diatasi Rizal, hingga kini tak satupun parpol yang meliriknya untuk dijadikan capres. Tapi, presenter ini tetap optimis karena punya banyak teman di partai politik.

Berikut ini hasil survei Reform Institute tentang tingkat keterpilihan capres jika pilpres digelar hari ini. Pertama Mega dengan keterpilihan 19,4 persen, kedua SBY 19,06 persen, ketiga Sri Sultan HB X 7,12 persen, keempat Amien Rais 6,14 persen.

Selanjutnya, kelima Prabowo Subianto 3,81 persen, keenam Gus Dur 3,3 persen, ketujuh Wiranto 3,05 persen, kedelapan Akbar Tandjung 2,92 persen, kesembilan Jusuf Kalla 2,5 persen, kesepuluh Sutiyoso 1,57 persen, kesebelas Hidayat Nur Wahid 0,68 persen. Tokoh-tokoh lain 1,65 persen. Sedangkan masyarakat yang belum menentukan pilihannya 28,8 persen.

Reform Institute mengklaim, jajak pendapat ini digelar pada Juni-Juli 2008, melibatkan 2.361 responden. Metodenya wawancara tatap muka.


Selengkapnya...

Siapa yang Bakal Tergerus PMB: PKS atau PAN ?

(berpolitik.com) Dari awal nama PMB sudah mengundang beragam interpretasi baru. Secara berseloroh, Amien Rais pernah bilang idiom "Matahari Bangsa" merupakan comotan dari lagu perjuangannya PAN.

Yang lain menyebutnya sebagai "Partai Muhammadiyah Beneran". Ini seolah-olah hendak membangun demarkasi adanya "partai Muhammadiyah" yang aspal. Kalau memakai ungkapan Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, yang aspal itu adalah parpol yang berkhianat kepada Muhammadiyah.

Meski tak ada yang menyebut secara terang benderang, pastilah yang dimaksud Partai Amanat Nasional. PAN yang awalnya digadang-gadang bakal menjadi matahari bagi warga Muhammadiyah, dalam perjalanan sinarnya diyakini tak lagi menghangatkan Muhammadiyah.

Ketegangan itu bermula dari kegagalan PAN memberi tempat secara wajar pada kader-kader Muhammadiyah. Tapi, ada yang menyebut bahwa ketegangan itu sejatinya bersumber di dua tempat.

Pertama, ketegangan antara Muhammadiyah. Maksudnya antara mereka yang aktif dalam organisasi-organisasi Muhammadiyah dengan mereka yang mempunyai "darah" Muhammadiyah tapi tak aktif dalam organisasi. Kedua, adalah ketegangan antara mereka yang berkultur Muhammadiyah dengan mereka yang bukan.

Pada mulanya, percampuran antar unsur itu diyakini bakal menjadi amunisi PAN menerangi republik. Yang terjadi, justru menjadi bibit persengketaan dan juga kecurigaan di lingkungan internal. Satu pihak menganggap PAN telah terbajak. Pihak lain bersikeras PAN telah mengingkari semangat awalnya didirikan.

Ketegangan ini berakhir secara diam-diam. Di satu sisi Muhammadiyah semakin menegaskan garis demarkasi dengan PAN, terutama sekali setelah dipimpin oleh Din Syamsuddin. Sebagian meminggirkan diri karena merasa tak dikehendaki lagi. Dalam situasi seperti itulah, kaum muda di Muhammadiyah bermanuver membentuk PMB. Bagi mereka, ini adalah keharusan sejarah.

Pada awalnya, kehadiran PMB juga dipandang sebelah mata. Maklum, partai ini tak mengusung nama-nama beken. Sudah begitu, secara keorganisasian, Muhammadiyah dan juga Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah juga pernah menyatakan tak ada sangkut pautnya dengan PMB. Secara politik ini bisa dipahami. Ketika itu, tak ada yang yakin PMB bakal lolos menjadi peserta pemilu.

Setelah Lolos verifikasi faktual, PMB diyakini bakal menjadi ancaman yang nyata. Hanya saja masih belum jelas, siapa yang bakal tergerus oleh kehadiran PMB?





Makin Jengkel Kepada SB
Sebagian kalangan meyakini, PMB bakal menjadi matahari baru bagi Muhammadiyah. Bilamana sinar itu menemukan tipping point-nya, hanya tinggal waktu gelombang dukungan warga Muhammadiyah bakal mengalir. Apalagi, angin dukungan dari elit-elit Muhammadiyah juga telah bersemi. "Kalau kemarin seperti tak mendukung, sepertinya para elit itu pingin tahu dulu tingkat keseriusan mereka," kata seorang pengamat politik baru-baru ini.

Keinginan menjadikan PMB sinar baru bagi warga Muhammadiyah tak lepas dari "kejengkelan" yang semakin menguat kepada PAN yang dipimpin Soetrisno Bachir. Kebetulan, ada cukup banyak alasan untuk merasa jengkel.

Yang paling pertama, SB tak juga menunjukkan itikad baiknya untuk merangkul Muhammadiyah. Ada anggapan, SB menganggap dukungan Muhammadiyah kepada PAN sudah seharusnya sebagaimana NU harus membopong PKB, apapun situasinya.

Yang kedua, ada keberatan menyangkut watak PAN yang semakin bernuansa saudagar. Semangat yang mencuat terlihat seperti sibuk "dengan diri sendiri". Dalam hal ini seperti melupakan kewajiban menyinari masyarakat luas.

Yang ketiga, menyangkut gosip-gosip seputar SB sendiri. Selain soal personal, kedekatan SB dengan Aburizal Bakrie juga mulai dianggap sebagai masalah. Gosip soal ini kembali menghangat setelah sebuah majalah ekonomi menulis kisah investasi soal air dengan tajuk "Hidup adalah dagang air".

Dalam tulisan itu, SB disebut-sebut ada dibalik sebuah perusahaan asing yang berbisnis air bersih di Jakarta. Dan, patner lokal dari perusahaan air itu tak lain adalah salah satu perusahaannya Bakrie. Kedekatan antara keduanya dikhawatirkan bakal menjadikan PAN sekadar "barang dagangan" belaka.

Jika elit-elit terkemuka Muhammadiyah mulai menyerukan nama PMB, PAN memang bakal menghadapi masalah meski hingga kini berkoar PMB hanyalah riak-riak belaka. Meski begitu, PAN masih punya senjata akhir berupa Daftar Caleg. Kalau mereka memberi porsi yang wajar ke kalangan Muhammadiyah organisatoris, barangkali kejengkelan itu bisa sedikit diredam. Tapi, resikonya, faksi yang non organisatoris bakal kecewa. "Daftar Caleg itu tak bakal mampu mengobati luka,"kata seorang pengamat.

Jangan Meniru PKS
Yang menarik, sejatinya, tak hanya PAN yang patut ketar-ketir. Soalnya, PMB juga bisa memikat simpatisan PKS yang mulai kecewa dengan manuver elit partai ini. Modal untuk menggerus PKS bukannya pula tak ada. Sebagian pengurus PMB adalah kader-kader PKS yang memilih hengkang karena tak tahan dengan pilihan-pilihan praktis PKS.

Tapi, di titik ini pula, nasib PMB bakal ditentukan. Yaitu, kemampuannya untuk memberi janji yang tepat ke target pemilihnya. Dalam hal ini, PMB perlu membentangkan wacana dan bahasa yang berbeda dengan PKS.

Soalnya, simpatisan non ideologis PKS sejatinya tak terlalu mengerti dengan idiom-idiom berbahasa arab yang dikerap digunakan kader-kader PKS. Mereka memilih PKS karena melihat ada semangat menciptakan kebaikan umum di republik ini. Jadi, PMB perlu mengemas bahasa politiknya sebagaimana sebagian besar muslim modern berwacana. Tak mesti memamerkan bahasa arab, namun esensinya tetap sama.

Dalam hal ini, bahasa arab hanyalah sebagai penjelas sebagaimana halnya penggunaan istilah bahasa Inggris agar jelas maksud yang hendak dirujuknya dan bukan sebaliknya penyebutan bahasa Indonesia sekadar sebagai terjemahan belaka. Jika meniru gaya PKS, PMB hanya bakal menuai angin. "Daripada meniru PKS, lebih baik PMB mengidentifikasikan diri sebagai Masyumi Beneran," kata seorang konsultan politik.

Dan kunci utamanya adalah memberi pengkabaran mengenai adanya semangat menciptakan kebaikan umum. Secara lebih praktis, PMB juga bisa "berkecap" ria menjual ikon kemudaannya. Kebetulan ini adalah energi yang mulai menghilang dari aura PKS ataupun PAN. Kemudaan tak sekadar menyangkut usia, tapi juga dalam soal gagasan.

Tapi, pastinya, mereka sama sekali tak bermaksud untuk mendorong mereka yang selama ini beteriak-teriak soal kepemimpin kaum muda untuk datang berhimpun. Soalnya, meski tak terkatakan, ada lubang menganga di antara mereka. Bisa jadi karena memang tak pernah bertegur sapa. Kalau tak kenal, tentu saja tak paham, bukan? Di luar itu, PMB masih sangat mungkin menjaring pemilih muda yang jumlahnya jauh lebih banyak.

Intinya, PMB perlu mengemas diri dalam kategori baru: bukan pecahan PAN dan bukan imitasi lain dari PKS. Secara berseloroh, seorang konsultan politik pernah bilang, lebih asyik PMB menakbirkan diri sebagai "Partai Masyumi Baru". Kebetulan, pewaris Masyumi lainnya, PBB, juga semakin ditinggalkan oleh mereka yang merasa teduh dibawah lindungan Masyumi 1955. Hm...



Selengkapnya...

Ada Partai Ibu, Ada Partai Bapak

(berpolitik.com): "Golkar merah" adalah julukan yang pernah dilekatkan kepada Partai Karya Pembangunan. Julukan ini terkait dengan adanya kata "karya" dan lambang partai yang memuat pohon beringin berawarna merah. Namun, betulkah partai ini pecahan Golkar?

Sepertinya tidak. Memang nama Akbar Tandjung pernah disebut-sebut ada dibalik partai ini. Tapi, jika mengamati lebih jauh, Pakar Pangan, begitu partai ini kerap disingkat, justru lebih tepat dianggap sebagai "pecahan" Demokrat.

Tapi, berbeda dengan pecahan Demokrat yang lainnya seperti Partai NKRI-nya Sys NS atau Barnas-nya Vence Rumakang, Pakar Pangan harus digolongkan sebagai pecahan yang loyal alias tetap setia kepada SBY.

Hal ini tak mengherankan karena orang kuat di belakang partai ini tak lain adalah Mayjen M. Yasin, Sesjen Wantannas (Dewan Ketahanan Nasional)yang juga salah satu jenderal penyokong SBY pada pemilu 2004 lalu. Dalam partai ini, Yasin diwakili oleh istrinya, Hj. Umamah Yasin yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pendiri.

Di antara jenderal-jenderal penyokong SBY, Yasin terbilang aktif melakukan manuver secara terbuka. Prestasi terbesarnya adalah membuatkan wadah bagi relawan SBY yang sempat bagaikan "anak ayam kehilangan induk" pasca pilpres 2004. Wadah itu sendiri bernama Barindo.

Keran Mampet
Situasi pelik iut antara lain terjadi karena keran mobilisasi vertikal di Demokrat mendadak mampet. Kemapetan itu berasal dari tingkatan paling atas. Pasalnya, ketua umum partai ini hanyalah berpangkat Kolonel. Pilihan menempatkan Hadi Utomo ini tak pelak membuat sejumlah jenderal langsung "berkecil hati". Tapi, meski hanya kolonel, Hadi Utomo sejatinya punya posisi yang kuat. Maklum, dia adalah adik ipar Ani Yudoyono.

Waktu itu, sebagian orang beranggapan, penempatan Hadi merupakan bagian dari strategi SBY untuk memastikan Demokrat tak dibajak di tengah jalan. Tapi, belakangan analisis telah berubah karena menilai yang banyak memberi pengaruh di dalam partai ini adalah Ani Yudhoyoni, yang pada awal pendirian menjabat sebagai wakil ketua.

Di tingkatan daerah, meski di sejumlah daerah ada DPD-nya yang dijabat Jenderal bintang dua, namun tetap saja keran mobilisasi relawan seperti terhambat. Salah satu sebabnya juga karena jagoan-jagoan yang disiapkan untuk menjadi ketua DPD Propinsi justru bertumbangan. Bahkan, ketika itu, disinyalir, beberapa ketua DPD Demokrat adalah orang-orang Alwi Hamu yang notabene dikenal sebagai orangnya Jusuf Kalla. Padahal, jenderal-jenderal yang dijagokan itu sudah disiapkan untuk membuka jalan bagi masuknya para relawan ke dalam struktur resmi Demokrat.




Faktor Yasin
Akan halnya Yasin sendiri juga bukan tanpa "kisah". Dalam hal ini, sebagian kalangan mengaitkannya dengan kegagalan Ysin menjadi Mendagri menggantikan Moh. Ma'ruf. Hingga detik-detik terakhir, nama Yasin sudah hampir pasti diumumkan menjadi Mendagri yang baru. Kebetulan, Moh. Ma'ruf juga sudah legawa jika dirinya diganti oleh koleganya sendiri.

Namun, sebagaimana diketahui, nama Yasin mendadak lenyap dari percaturan. Pasalnya, Mardianto berhasil menemukan saluran yang tepat untuk meyakinkan SBY. Hatta, saluran itu melalui salah satu orang kunci SBY yang berpatron ke orang yang memiliki pengaruh yang amat besar di Demokrat. Karena itulah, manuver-manuver kolega Yasin bagai membentur batu karang.

Kehadiran Pakar Pangan sendiri bukan tak menimbulkan pertanyaan di kalangan partai Demokrat. Terlebih ketua partai ini, Jackon A. Kumaat pernah melansir berita yang menghebohkan Februari silam. Kata dia, SBY sudah resmi bergabung ke Pakar Pangan.

Namun, hembusan Jackon tak mendapat konfirmasi yang kuat. Apakah SBY telah berpaling dari Pakar Pangan?"Tidak tepat untuk bilang begitu. Lebih pas kalau dibilang ini adalah pembagian kavling saja," ujar seorang sumber di kalangan intelejen. Lantas si sumber ini bilang,"Demokrat itu "Partai Ibu", sedangkan Pakar itu "Partai Bapak"," tandasnya sembari tertawa penuh makna.

Bagi Kavling
Di atas kertas, pembagian kavling adalah cara yang cerdas. Menilik dinamika politiknya, Pakar Pangan sepertinya disiapkan untuk dua hal. Pertama, menampung para pendukung yang tak kebagian tempat di Demokrat. Termasuk menampung orang-orang baru SBY dari partai lain. Nama seorang aktivis yang menjabat ketua sebuah badan tenaga kerja, misalnya, disebut-sebut telah bergabung di partai ini.

Kedua, Pakar Pangan diarahkan untuk menjala orang-orang yang masih suka pada SBY namun tak berkenan dengan orang-orang SBY yang bernaung di Demokrat. Secara khusus, Pakar diarahkan untuk mengejar target pemilih di daerah pedesaan, dimana Demokrat terbilang lemah.

Tapi, di lapangan, ceritanya bisa berbeda. Dapat dipastikan, persaingan antara keduanya bakal meletup. Pakar Pangan mempunyai hasrat yang membara untuk membuktikan diri sebagai kekuatan yang tak bisa diremehkan meski tak terlalu menjual kefiguran SBY. Sebaliknya, Demokrat juga tak mau kalah karena ini menyangkut "gengsi" dan juga "alokasi" kekuasaan jika SBY kembali terpilih.

Dalam situasi seperti ini, sangat dimungkinkan keduanya saling menerabas dan saling mengalahkan. Persoalannya bakal meruyam jika kalangan inti Demokrat tak terima dengan sepak terjang Pakar Pangan dan melakukan berbagai manuver untuk memisahkan SBY dengan partai ini.

Jika pendekatannya tepat, SBY memang bisa saja melepas Pakar Pangan. Nah, situasi inilah yang disebut-sebut telah mendorong Pakar Pangan untuk menyiapkan skenario cadangan.

Kalau skenario itu yang berlaku, julukan Pakar Pangan bisa bertambah lagi: bekas "partai Bapak"!

Selengkapnya...

Hanura dan Gerindra Bakal Saling Berhadap-Hadapan

(berpolitik.com): Lain yang terlihat, lain yang tersirat. Itulah kesan sejumlah pengamat terhadap Hanura alias Hati Nurani Rakyat. Dengan menilik figur Wiranto dan para jenderal yang masih setia berbaris dibelakangnya, Hanura diyakini berwarna "full nasionalis".

Tapi, benarkah partai ini bakal menyasar pemilih dari kalangan nasionalis yang notabene yang menjadi ladang suara PDIP dan segenap partai pecahannya? Para pengamat dan konsultan kampanye yang dihubungi berpolitik justru memberikan analisis yang berbeda.

Sumber-sumber ini meyakini, Hanura bakal berupaya mencuri suara Golkar yang kerap digolongkan sebagai partai "nasionalis religius". Bekal untuk memangkas kerindangan pohon beringin, bukan tak ada.

Dari sisi figur, Wiranto diyakini mampu menggoda pemilih tradisional partai ini dari jalur A alias ABRI. Tapi, jangan salah, suara yang mampu didulang dari jalur ini tak banyak-banyak amat.

Suara yang lebih signifikan justru bakal mengalir dari faksi-faksi Islam di PG. Suara dari kalangan faksi muslim moderat bakal digergaji melalui jalur HMI. Dalam hal ini, Hanura diketahui menjadi tempat manggungnya para politikus asal HMI. Bahkan, lebih dari pada itu, Hanura juga berpotensi merengkuh faksi Islam garis keras yang semula berhimpun di Golkar.

Untuk menjangakau yang terakhir itu, Hanura punya modal sosok Wiranto dan juga Fuad Bawazier. Sebagaimana diketahui, Wiranto kadung dikenal lama menjalin dan membina hubungan dengan barisan Islam garis keras. Dan, bukan kebetulan, Fuad yang notabene ketua KAHMI juga diketahui mempunyai hubungan yang baik dengan elit dari faksi ini.

Tapi, tak hanya Golkar yang harus ketar-ketir. Menurut sumber berpolitik, PKS juga perlu segera siap-siap jika tak ingin kehilangan suara. Soalnya, Hanura diyakini tengah membidik pemilih PKS yang berasal dari jalur "dakwah" alias non-politik.




Jalur tersebut umumnya menempatkan Ustad Ihsan Tandjung sebagai figur sentral mereka. "Dengan kekecewaan yang semakin meluap, bukan tak mungkin para pemilih PKS dari jalur ini bakal hijrah ke Hanura," kata seorang konsultan kampanye.Hal ini sejatinya juga sudah tersirat dari pernyataan beberapa pengurus Hanura Jakarta yang sudah sesumbar bakal menggerus suara PKS di wilayah ini.

Dan, masih ada lagi partai yang bakal dibuat repot dengan keberadaan Hanura. Ya, partai itu tak lain PBR. Untuk menggerus suara partai ini, Hanura bakal menggandalkan sosok Djafar Bajeber. Bajeber setidaknya diketahui mempunyai pengaruh yang luas di Jakarta, baik sewaktu masih jadi kader PPP maupun setelah loncat ke PBR.

Meski begitu, jangan salah. Partai-partai yang bakal digerus ini tentu saja tak bakal tinggal diam. Apalagi, masih ada partai baru lain yang diyakini bakal menghadang Hanura. Ya, partai baru yang bisa merepotkan Hanura salah satunya adalah Gerindra yang diyakini merupakan kendaraan politiknya Prabowo.

Mengapa Gerindra bisa merepotkan langkah Hanura? Selain faktor personal antara Prabowo dengan Wiranto yang hingga kini belum tuntas, pergesekan di antara kedua partai itu juga bersumber dari kesamaan target pemilih.

Sebagaimana Hanura, Gerindra terlihat di luar lebih mencerminkan diri sebagai partai nasionalis. Namun, jika menilik figur-figur utama di belakangnya, diyakini Gerindra juga bakal menyasar ke kalangan pemilih yang mirip dengan Hanura.

Soalnya, Prabowo juga diketahui mempunyai kedekatan dengan kelompok-kelompok Islam garis keras. Bahkan, dibandingkan Wiranto, Prabowo lebih kental citra "ABRI hijau"-nya ketimbang Wiranto yang sudah kadung digolongkan sebagai ABRI "merah putih".

Sudah begitu, Prabowo juga diketahui masih memelihara hubungan dengan kalangan Masyumi melalui putra-putri mereka. Ini tak bisa dilepaskan dari figur bapaknya, ekonom kondang alm. Soemitro Djojohadikusumo. Soemitro diketahui menjalin perkawanan akrab dengan para tokoh Masyumi tatkala sama-sama bergabung dalam PRRI yang diletuskan sebagai ungkapan kejengkelan terhadap pemerintah Soekarno yang dianggap pro PKI dan "Jawa sentris".

Dengan peta seperti ini,apakah Gerindra bakal bisa mengusik Hanura? Terlalu dini untuk menyimpulkannya saat ini. Yang bisa dikatakan, kehadiran dua partai ini sejatinya semakin mempertajam kompetisi partai-partai yang ingin mewarisi suara Masyumi pada pemilu 1955. Dari kalangan partai lama telah ada PBB,PAN,PKS dan juga Golkar. Dari kalangan partai baru juga ada PMB.

Nah, siapakah di antara mereka yang kali ini lebih beruntung?
Selengkapnya...

Kalau Sekadar Ikuti Akal Sehat, PKS Pasti Calonkan Kang Dayat

(berpolitik.com): Sebenarnya, tak ada yang terlalu baru dari apa yang dilontarkan Tifatul Sembiring maupun tangkisan yang diucapkan Megawati. Kalaupun kemudian bursa capres mendadak menghangat lebih karena keingintahuan sebagaian kalangan untuk menerka apa yang sesungguhnya terjadi dibalik "sahut-sahutan" di antara dua petinggi partai yang sama-sama punya basis massa yang terbilang solid itu.

Wacana Pemimpin "Balita" alias bawah lima puluh tahun sudah dikumandangkan setidaknya sejak setahun lalu. Keharusan mereka yang tua dan terbukti gagal untuk keluar dari bursa pencalonan juga sudah pernah dilontarkan oleh sejumlah pihak.

Dan, tantangan untuk berkontestasi yang diucapkan Megawati juga tidak baru-baru amat. Sejumlah pimpinan di atas "balita" juga sudah pernah menyampaikannya. Bahkan Jusuf Kalla malah balik menyindir bahwa kaum muda jangan merengek-rengek minta kekuasaan.

Siapa Yang Disasar Tifatul?
Yang sebenarnya menjadi persoalan adalah, mengapa Megawati harus merespon ucapan Tifatul. Sebab sejumlah kalangan menganggap pernyataan Tifatul tidak secara khusus mengarah ke Mega.

Perhatikan saja kalimat yang diutarakan Tifatul: "Ada yang pernah gagal tapi kepingin lagi maju. No way. Silakan minggir. Pemimpin baru itu balita di bawah lima puluh tahun," ungkapnya.

Bagi sebagian orang, ungkapan "ada yang gagal tapi kepingin lagi maju" masih multi-makna. Ini bisa saja merujuk kepada para bekas presiden atau bahkan presiden yang tengah menjabat. Jika tafsirnya seperti itu, maka ucapkan tersebut tidak khusus mengarah ke Megawati, tetapi bisa pula mengarah kepada Gus Dur ataupun SBY.

Tapi, ungkapan tersebut bisa pula diarahkan kepada mantan kandidat presiden yang sudah keok pada pilpres 2004 lalu. Dalam hal ini, sasaran tembaknya bertambah banyak: dari mulai Amien Rais hingga Wiranto.

Bila diartikan sesuai konteks wacana yang berkembang, ucapan Tifatul bisa pula dimaknai sebagai pernyataan politik bahwa PKS menghendaki capres tunggal dari partai-partai "Islam" haruslah di bawah lima puluh tahun. Jadi, kalau PAN,PBB,PPP atau bahkan PKB mau serius mereka sudah seharusnya mengajukan nama yang memenuhi kriteria tersebut jika hendak tetap menggandeng PKS.

Tapi, memang, jika kemudian Megawati terlihat tersinggung bisa pula dibenarkan. Hal ini terutama sekali jika sinyalemen sejumlah kalangan benar adanya: PKS dan PDIP diam-diam tengah menjajaki kemungkinan berkoalisi.

Koalisi antara keduanya cukup rasional dan berbobot jika SBY yang semakin merosot popularitasnya langsung menggandeng Sri Sultan HB X. Duet ini memang bakal menjadi ancaman serius bagi PDIP dan sekaligus meminggirkan PKS yang sejatinya masih membuka peluang berkoalisi dengan PD meski terus mengkritisi kinerja SBY-JK.

Jika keduanya bergandeng tangan memang menjadi simbol koalisi Islam dan nasionalis yang kuat. Meski begitu, koalisi antara keduanya memang bukan tak mungkin bakal menghadirkan dilema ke internal masing-masing partai.

Nah, dalam konteks itulah, Mega merasa ucapan Tifatul menjadi "tidak patut". Karena itu pula, Mega langsung membuka tantangan terbuka agar Tifatul-lah yang maju berkontestasi. Tantangan ini sepertinya sebuah sindiran politik. Pasalnya, Megawati pasti mafhum bahwa calon yang paling mungkin dari PKS hanyalah Hidayat Nur Wahid.

Hidayat Meyaingi Partainya
Kang Dayat, begitu para kadernya memanggil Hidayat, terbilang calon yang elektibilitas dengan tren meningkat. Hingga Januari 2008, umpamanya, nama Hidayat belum "mentas" di polling-polling meski dirinya sudah mulai disebut-sebut sebagai capres alternatif di media massa. Pada suvei Februari silam oleh Reform Institut, tingkat elektibilitas Hidayat baru 3,3% (sebagai capres)

Selanjutnya, pada survei Indobaromenter (Juni 2008), nama Hidayat dimasukkan dalam jajaran cawapres. Hasilnya bertengger di nomor tiga (10,7%), masih dibawah HB X (19,9%) dan Jusuf Kalla (12,3%).

Pada survei terakhir Juli (CSIS), tingkat elektibilitas Hidayat dalam posisi capres sudah 7,9%, melampaui Jusuf Kalla (4,2%), Wiranto (7,6%). Dalam hal ini, Hidayat hanya kalah dari dua capres terkuat SBY dan Mega serta sedikit di bawah Sri Sultan (8,8%).

Dengan mengeluarkan HB X yang belum dilamar parpol, posisi Hidayat terbilang ciamik. SBY dan Megawati memang mengatasi elektibilitas partai yang mengusungnya. Dengan kata lain, kebesaran Mega dan SBY melampaui kebesaran PDIP dan PD. Sebaliknya, Hidayat dan Jusuf Kalla masih kalah pamor ketimbang PKS dan Golkar.

Tapi, dibandingkan Jusuf Kalla, Hidayat pastilah lebih moncer. Soalnya, jarak antara Hidayat dengan PKS relatif lebih berhimpit ketimbang JK dengan Golkar. Lihat saja hasil survei CSIS. Perolehan JK-PG adalah 4,2 % - 18,1%, sedangkan perolehan Hidayat-PKS adalah 7,9% - 11,8%. Survei sebelumnya (Reform) menunjukkan fenomena yang sama: perolehan JK-PG adalah 1,6 % - 16,1%, sedangkan pencapaian Hidayat - PKS adalah 3,3% - 5 %.

Garis yang Berbeda
Hanya saja, melesatnya popularitas Hidayat nyatanya diam-diam menuai masalah di tingkat internal. Soalnya, sebagai partai kolektif hal itu nyatanya malah menghadirkan dilema. Di satu sisi, kepopuleran Hidayat dipastikan bakal mendongkrak pula popularitas partai. Tapi, jika Hidayat terus melesat dan melampaui popularitas partai, situasinya bisa berbalik menjadi sumber guncangan bagi partai.

Sebab, berbeda dengan PDIP dan PD, PKS adalah partai kolektif yang tidak mau tergantung pada kepopuleran individual. Nah, jika Hidayat terus meroket, dikhawatirkan perkembangan PKS jadi sangat tergantung kepada kinerja Hidayat.

Ini masih dibumbui dengan perbedaan yang mulai mencolok antara Hidayat dengan petinggi-petinggi PKS lainnya yang kini memegang tampuk pimpinan partai. Perbedaan itu, misalnya, menyangkut sikap terhadap poligami.

Dalam hal ini, Hidayat secara demonstratif menunjukkan baru mau menikah kembali setelah istrinya telah wafat. Ini berbeda dengan sikap dan perilaku elit PKS tertentu yang lebih menganggap poligami bukanlah sebuah masalah. Kalaupun jadi masalah lebih untuk konsumsi ke luar partai. Karena itulah, ada edaran yang menyebutkan, untuk kader yang hendak mengejar jabatan publik agar menunda dulu soal keigninan beristri lagi.

Ditarik lebih jauh, perbedaan Hidayat semakin menganga karena sejatinya Hidayat disebut-sebut merupakan faksi terpisah dari yang ada saat ini. Sebuah sumber menyebutkan, pengelompokan di tubuh PKS secara sederhana bisa dipilah menjadi tiga.Yakni kubu rejim (Hilmi Aminuddin, Anis Matta, Fachri Hamzah, dll), kubu Depok (yang menempatkan Ihsan Tandjung sebagai "tetuanya") serta kubu independen dimana figur Hidayat dimasukkan. Kubu independen secara berseloroh disebut sebagai kubu yang tidak berpihak ke kubu politik (Hilmi dkk) ataupun kubu dakwah (Ihsan dkk).

Kalau menilik hasil-hasil survei dan penerimaan publik, semestinya tak ada hambatan bagi PKS untuk memajukan Hidayat sebagai capres / cawapres dari partai ini. Tapi, jikalau soal-soal di atas turut dipertimbangkan, Hidayat bukan tak mungkin bakal tergusur dari bursa pencalonan capres maupun wapres.

Yang sudah pasti, PDIP sepertinya sudah patah arang dengan PKS lantaran ucapan Tifatul. Itu artinya kans menggandeng Hidayat bergandengan tangan dengan calon PDIP pun meredup secara drastis.

Jika benar ada pertimbangan lain dan PDIP pun sudah mutung, ini tentu kabar duka bagi simpatisan dan kader PKS yang menginginkan Hidayat mentas dalam pilpres 2009 nanti.

Selengkapnya...

Daerah Pemilihan

Daerah pemilihan Pemilihan Umum Anggota DPR adalah provinsi atau gabungan provinsi, dengan jumlah total sebanyak 77 daerah pemilihan. Jumlah kursi untuk setiap daerah pemilihan berkisar antara 3-10 kursi, yang ditentukan sesuai dengan jumlah penduduk.



No. Provinsi Nama Daerah Pemilihan Jumlah Kursi
1. Nanggroe Aceh Darussalam Nanggroe Aceh Darussalam I 7


Nanggroe Aceh Darussalam II 6
2. Sumatera Utara Sumatera Utara I 10


Sumatera Utara II 10


Sumatera Utara III 10
3. Sumatera Barat Sumatera Barat I 8


Sumatera Barat II 6
4. Riau Riau I 6


Riau II 5
5. Kepulauan Riau Kepulauan Riau 3
6. Jambi Jambi 7
7. Sumatera Selatan Sumatera Selatan I 8


Sumatera Selatan II 9
8. Bangka Belitung Bangka Belitung 3
9. Bengkulu Bengkulu 4
10. Lampung Lampung I 9


Lampung II 9
11. DKI Jakarta DKI Jakarta I 6


DKI Jakarta II 7


DKI Jakarta III 8
12. Jawa Barat Jawa Barat I 7


Jawa Barat II 10


Jawa Barat III 9


Jawa Barat IV 6


Jawa Barat V 9


Jawa Barat VI 6


Jawa Barat VII 10


Jawa Barat VIII 9


Jawa Barat IX 8


Jawa Barat X 7


Jawa Barat XI 10
13. Banten Banten I 6


Banten II 6


Banten III 10
14. Jawa Tengah Jawa Tengah I 8


Jawa Tengah II 7


Jawa Tengah III 9


Jawa Tengah IV 7


Jawa Tengah V 8


Jawa Tengah VI 8


Jawa Tengah VII 7


Jawa Tengah VIII 8


Jawa Tengah IX 8


Jawa Tengah X 7
15. Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta 8
16. Jawa Timur Jawa Timur I 10


Jawa Timur II 7


Jawa Timur III 7


Jawa Timur IV 8


Jawa Timur V 8


Jawa Timur VI 9


Jawa Timur VII 8


Jawa Timur VIII 10


Jawa Timur IX 6


Jawa Timur X 6


Jawa Timur XI 8
17. Bali Bali 9
18. Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Barat 10
19. Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Timur I 6


Nusa Tenggara Timur II 7
20. Kalimantan Barat Kalimantan Barat 10
21. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah 6
22. Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan I 6


Kalimantan Selatan II 5
23. Kalimantan Timur Kalimantan Timur 8
24. Sulawesi Utara Sulawesi Utara 6
25. Gorontalo Gorontalo 3
26. Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah 6
27. Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan I 8


Sulawesi Selatan II 9


Sulawesi Selatan III 7
28. Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara 5
29. Sulawesi Barat Sulawesi Barat 3
30. Maluku Maluku 4
31. Maluku Utara Maluku Utara 3
32. Papua Papua 10
33. Papua Barat Papua Barat 3


Selengkapnya...

PESERTA PEMILU 2009

Pada 7 Juli 2008, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan daftar partai yang dinyatakan lolos verifikasi faktual untuk mengikuti Pemilu 2009. 18 di antara 34 partai nasional yang diumumkan adalah partai politik baru yang pertama kalinya mengikuti pemilu. Berikut nama 34 partai peserta Pemilu Legislatif 2009 [2] beserta nomor urutnya (tanda * menandakan partai yang mendapat kursi di DPR pada Pemilu 2004).

1. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
2. Partai Karya Peduli Bangsa* (PKPB)
3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
4. Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
5. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
6. Partai Barisan Nasional (Barnas)
7. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia* (PKPI)
8. Partai Keadilan Sejahtera* (PKS)
9. Partai Amanat Nasional* (PAN)
10. Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)
11. Partai Kedaulatan
12. Partai Persatuan Daerah (PPD)
13. Partai Kebangkitan Bangsa* (PKB)
14. Partai Pemuda Indonesia (PPI)
15. Partai Nasional Indonesia (PNI) Marhaenisme*
16. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
17. Partai Karya Perjuangan (PKP)
18. Partai Matahari Bangsa (PMB)
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia* (PPDI)
20. Partai Demokrasi Kebangsaan* (PDK)
21. Partai Republika Nusantara (RepublikaN)
22. Partai Pelopor*
23. Partai Golongan Karya* (Golkar)
24. Partai Persatuan Pembangunan* (PPP)
25. Partai Damai Sejahtera* (PDS)
26. Partai Nasional Benteng Kerakyatan (PNBK) Indonesia
27. Partai Bulan Bintang* (PBB)
28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan* (PDIP)
29. Partai Bintang Reformasi* (PBR)
30. Partai Patriot
31. Partai Demokrat* (PD)
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)
33. Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)

Partai lokal di Aceh

KPU juga mengumumkan 6 partai lokal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berhak mengikuti Pemilu 2009:
35. Partai Aceh Aman Seujahtra (PAAS)
36. Partai Daulat Aceh (PDA)
37. Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA)
38. Partai Rakyat Aceh (PRA)
39. Partai Aceh (PA)
40. Partai Bersatu Aceh (PBA)


Selengkapnya...

Partai politik peserta pemilu 2004

Sekadar mengingat-ingat bahwa kita Pernah Pemilu dengan dua puluh empat Parpol, jadi kalau sekarang ada tiga puluh empat, TANYA KENAPA ???

inilah mereka yang pernah majang di surat suara tahun 2004...


1. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme

  • Didirikan : Jakarta, 20 Mei 2002
  • Asas : Marhaenisme Ajaran Bung Karno
  • Ketua Umum : DM Sukmawati Soekarnoputri
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 24 provinsi

2. Partai Buruh Sosial Demokrat

  • Didirikan : Jakarta, 1 Mei 2001
  • Asas : Pancasila dan UUD 1945
  • Ketua Umum : Muchtar Pakpahan
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 22 provinsi

3. Partai Bulan Bintang

  • Didirikan : Jakarta, 17 Juli 1998
  • Asas : Islam
  • Ketua Umum : Hamdan Zoelvan
  • Keterangan : Electoral Threshold

4. Partai Merdeka

  • Didirikan : Jakarta, 10 Oktober 2002
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : Adi Sasono
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 22 provinsi

5. Partai Persatuan Pembangunan

  • Didirikan : Jakarta, 5 Januari 1973
  • Asas : Islam
  • Ketua Umum : Hamzah Haz
  • Keterangan : Electoral Threshold

6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan

  • Didirikan : Jakarta, 23 Juli 2002
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : M Ryaas Rasyid
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 23 provinsi

7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru

  • Didirikan : Jakarta, 23 September 2002
  • Asas : Keadilan, Demokrasi, dan Kemakmuran
  • Ketua Umum : Sjahrir
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 22 provinsi

8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan

  • Didirikan : Jakarta, 27 Juli 2002
  • Asas : Marhaenisme Ajaran Bung Karno
  • Ketua Umum : Eros Djarot
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi

9. Partai Demokrat

  • Didirikan : Jakarta, 9 September 2001
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : S Budhisantoso
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 25 provinsi

10. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia

  1. Didirikan : Jakarta, 9 September 2002
  2. Asas : Pancasila
  3. Ketua Umum : Jend TNI (Purn) Edi Sudrajat
  4. Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 23 provinsi

11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia

  • Didirikan : Jakarta, 10 Januari 2003
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : H Dimmy Haryanto
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi

12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia

  • Didirikan : Jakarta, 5 Maret 2003
  • Asas : Islam
  • Ketua Umum : KH Syukron Ma'mun
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 22 provinsi

13. Partai Amanat Nasional

  • Didirikan : Jakarta, 23 Agustus 1998
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : Soetrisno Bachir
  • Keterangan : Electoral Threshold

14. Partai Karya Peduli Bangsa

  • Didirikan : Jakarta, 9 September 2002
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : Jend TNI (Purn) HR Hartono
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 23 provinsi

15. Partai Kebangkitan Bangsa

  • Didirikan : Jakarta, 23 Juli 1998
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : Alwi Abdurrahman Shihab
  • Keterangan : Electoral Threshold

16. Partai Keadilan Sejahtera

  • Didirikan : Jakarta, 20 April 2002
  • Asas : Islam
  • Ketua Umum : Tifatul Sembiring
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 23 provinsi

17. Partai Bintang Reformasi

  • Didirikan : Jakarta, 20 Januari 2002
  • Asas : Islam
  • Ketua Umum : KH Zainuddin MZ
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 23 provinsi

18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

  • Didirikan : Jakarta, 10 Januari 1973
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : Megawati Soekarnoputri
  • Keterangan : Electoral Threshold

19. Partai Damai Sejahtera

  • Didirikan : Jakarta, 1 Oktober 2001
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : Ruyandi Hutasoit
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi

20. Partai Golongan Karya

  • Didirikan : Jakarta, 20 Oktober 1964
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : Jusuf Kalla
  • Keterangan : Electoral Threshold

21. Partai Patriot Pancasila

  • Didirikan : Jakarta, 1 Juni 2001
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : KRMH Japto S Soerjosoemarno
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi

22. Partai Sarikat Indonesia

  • Didirikan : Surabaya, 17 Desember 2002
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : H Rahardjo Tjakraningrat
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 22 provinsi

23. Partai Persatuan Daerah

  • Didirikan : Jakarta, 18 November 2002
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : Oesman Sapta
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi

24. Partai Pelopor

  • Didirikan : Jakarta, 29 November 2002
  • Asas : Pancasila
  • Ketua Umum : Rachmawati Soekarnoputri
  • Keterangan : Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi

Selengkapnya...

parpol peserta Pemilu 1999

Berikut ini daftar nomor urut parpol peserta Pemilu 1999:


01. Partai Indonesia Baru

02. Partai Kristen Nasional Indonesia

03. PNI - Supeni

04. Partai Aliansi Demokrat Indonesia

05. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia

06. Partai Ummat Islam

07. Partai Kebangkitan Ummat

08. Partai Masyumi Baru

09. Partai Persatuan Pembangunan

10. Partai Syarikat Islam Indonesia

11. PDI Perjuangan

12. Partai Abul Yatama

13. Partai Kebangsaan Merdeka

14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa

15. Partai Amanat Nasional

16. Partai Rakyat Demokrat

17. Partai Syarikat Islam Indonesia - 1905

18. Partai Katolik Demokrat

19. Partai Pilihan Rakyat

20. Partai Rakyat Indonesia

21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi

22. Partai Bulan Bintang

23. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia

24. Partai Keadilan

25. Partai Nahdlatul Ummat

26. PNI - Front Marhaenis

27. Partai Ikatan Penerus Kemerdekaan Indonesia

28. Partai Republik

29. Partai Islam Demokrat

30. PNI Massa Marhaen

31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak

32. Partai Demokrasi Indonesia

33. Partai Golkar

34. Partai Persatuan

35. Partai Kebangkitan Bangsa

36. Partai Uni Demokrasi Indonesia

37. Partai Buruh Nasional

38. Partai MKGR

39. Partai Daulat Rakyat

40. Partai Cinta Damai

41. Partai Keadilan dan Persatuan

42. Partai Solidaritas Pekerja

43. Partai Nasional Bangsa Indonesia

44. Partai Bhineka Tunggal Ika Indonesia

45. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia

46. Partai Nasional Demokrat

47. Partai Ummat Muslimin Indonesia

48. Partai Pekerja Indonesia


Selengkapnya...

Parpol Peserta Pemilu 1977-1997

Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 diikuti oleh tiga kontestan yang sama, yaitu:

1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

2. Golongan Karya (GOLKAR)

3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

Selengkapnya...

Partai politik Peserta Pemilu 1971


Pemilu 1971 diikuti oleh sepuluh kontestan:

· Partai Katolik

· Partai Syarikat Islam Indonesia

· Partai Nahdlatul Ulama

· Partai Muslimin Indonesa

· Golongan Karya

· Partai Kristen Indonesia

· Partai Musyawarah Rakyat Banyak

· Partai Nasional Indonesia

· Partai Islam PERTI

· Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia

Selengkapnya...

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template